-->

Cara Lolos Wawancara Kerja Menjadi Sales Mobil Bagi Pemula

wawancara kerja
Interview pekerjaan. Foto:Pexels/Naskah:Handi
Suatu pagi tiba-tiba ada kerabat yang curhat melalui Whatsapp, tentang bagaimana caranya supaya bisa berhasil dalam tahap wawancara kerja menjadi sales mobil di sebuah diler yang dilamarnya. Hal ini dilontarkan kepada saya karena melihat pengalaman yang pernah lebih dari 10 tahun berkecimpung di bidang tersebut.

Teringat masa lalu

Tentu saja saya hampir lupa caranya! Karena saya bukan hobi kutu loncat yang suka berpindah-pindah pekerjaan. Saya tipikal pleghmatis yang suka main aman. Pindah pekerjaan adalah sebuah hal keterpaksaan, bukan ambisi. Tercatat hanya dua kali saya menjadi ujung tombak diler dari 2 merek yang berbeda.

Saya masih ingat, pertama kali jadi salesman merek “cring-cring” (sengaja disamarkan) pada 2004. Jualan doremi (istilah jualan pas-pasan) saya lakoni selama 4 tahun. Jualan saya memang tidak spektakuler, entah kenapa mungkin bukan passion saya jadi salesman. Tidak ada pilihan karena harus mencari nafkah untuk keluarga.
Tapi you know what? Saya tetap bisa survive lho. Bukan karena dapat order umpan lambung (dikasih cuma-cuma oleh atasan), tapi karena  orang pleghmatis diciptakan untuk obey the rule. Hahaha

Kalau jaman sekarang, istilahnya KPI alias Key Performance Index. Ya, target achievement harian yang dikerjakan. Saya akui, manajemen perusahaan otomotif terbesar tersebut memang bener-bener top. Supervisor sekaligus mentor saya mengatakan bahwa salesman diciptakan, bukan karena bakat. Mereka terbentuk dari sebuah sistem yang dijalankan.

Artinya, selama kita menjadi good team player, selama itulah kita akan tetap akan stay on track. Ketika merasa down karena banyak prospek yang lost deal, kita hitung-hitung lagi hukum pareto 80-20. Akhirnya memahami dan tetap semangat lagi.

Nah, lalu kenapa bisa pindah merek?

Ceritanya, saya diiming-imingi beda penghasilan oleh sahabat yang sudah duluan hinggap di merek lain. Merek sejuta umat itu punya marketshare yang besar sekali. Kira-kira 30-35%. Saya juga gak kepikiran tentang ini waktu itu. Dalam benak saya, nanti jualannya gampang, cicilan rumah lunas, bisa beli mobil, ini itu dll.

Singkat cerita saya akhirnya terpaksa pindah. Kata ‘terpaksa’ saya gunakan, karena gak enak hati sama teman-teman sekantor yang sudah saya anggap keluarga sendiri, terlebih dengan supervisor dan kepala cabang yang tak pernah lelah memberikan wejangan dan lecutan semangat layaknya admiral Yamamoto.

Tempat baru, merek baru, budaya baru

Di tempat yang baru, calon atasan saya hanya bertanya dalam wawancara, “Sudah berapa lama kerja di sana?

Empat tahun, jawabku.

“Jual merek itu sebulan rata-rata berapa?”, tanyanya. (Ini jelas pertanyaan untuk mengukur kemampuan saya).

“Berapa pendapatan yang kamu harapkan kalau gabung di sini?”

“Sekian,” kataku.

“Pendapatan segitu berarti harus jual berapa (supaya memperoleh bonus yang diharapkan) menurutmu?” Dia sudah tidak tanya caranya menjual sejumlah tersebut, karena bukan berhadapan dengan newbie.

Setelah mendengar rangkaian tanya-jawab dari saya, dia hanya mengatakan, “Ya sudah besok mulai kerja di sini..tapi sudah langsung ganti seragam ya? Jangan pakai baju merek itu lagi,” katanya sambil tertawa. Saya lolos dalam wawancara tersebut.

Jawaban sengaja tidak saya share di sini, karena itu tidak penting. Yang terpenting adalah cara kita menjawabnya.

6 Tahun dalam suka dan suka
Sahabat yang baik selalu menunjukkan jalan yang baik bagi sahabatnya. Sebut saja temanku ini mas Tono, suaminya ning Sum. Ternyata apa yang dikatakan mas Tono benar adanya. Aku melalui hari-hari pekerjaanku di diler yang baru ini dengan penuh sukacita. Ada sih beberapa kendala tapi semuanya teratasi dengan kerjasama yang baik.

Selama 6 tahun bekerja di diler yang baru, saya bisa mencicil rumah dan mobil idaman. (Mulai mencicil pada tahun pertama).

Terima kasih mas Tono, terima kasih admiral Yamamoto. Berkat Anda semua, saya mendapatkan pengalaman terbaik dalam berkarya menjadi wiraniaga.

Menjadi 'supervisor'

Ketika penjualan kita stabil, meskipun tidak spektakuler, itu akan menjadi poin plus dalam penilaian performa KPI kita. Atasan tidak suka dengan grafik penjualan yang naik turun tajam. Yang mereka suka adalah grafik yang landai, cenderung naik. Boleh sesekali turun, tapi kembali stay on track lagi.

Ya, jualan retail di merek ‘cring-cring’ rata-rata 2-4 unit, sedangkan merek sejuta umat bisa mencapai dua kali lipatnya. Memang bukan angka jualan yang fantastis, karena rekan di diler lain jualannya bisa lusinan per bulan.

Nah di akhir 2010 pak Kepala Cabang memanggil saya dan seorang rekan ke ruangannya. Kami diberi tantangan untuk membuat tim sales sendiri-sendiri. Ya, namanya Sales koordinator. Jabatan setingkat supervisor diler tapi belum dilantik oleh brand nasional.

Di sinilah saya mulai terbiasa menyeleksi calon anggota tim sales saya dari lamaran-lamaran yang masuk. Oleh mas Tono yang terlebih dulu menjadi supervisor, saya juga dibimbing bagaimana cara mengatur formasi yang tepat, memilih sales unggulan, mendelegasikan tugas dan memecat anggota yang tidak mencapai target tanpa harus merasa kasihan. Tanpa beban. Tanpa rasa bersalah. (Sesuatu yang berat bagi pleghmatis yang suka main perasaan, seperti saya).

Pertanyaan dalam wawancara

Umumnya surat lamaran akan dikumpulkan di HRD. HRD akan menyeleksi CV dari pelamar yang disyaratkan perusahaan. Untuk bagian salesman, data pelamar yang sesuai kriteria akan dikirim ke meja supervisor. Dialah yang menyeleksi calon salesman sebelum pertaruhan selanjutnya di persetujuan Kepala Cabang, tes psikologi, tes kesehatan dan tes bla bla bla termasuk wawancara dengan pihak eksternal yang sebenarnya gak perlu ada. (Tergantung KPI masing-masing perusahaan dalam proses perekrutan).

Supervisor mempunyai target jualan tim. Dia mempunyai komposisi beberapa lapis salesman. Mulai salesman unggulan yang diharapkan jualannya stabil setiap bulan, dan sales fresh graduate yang masih dalam puncak semangat bekerja. Serta beberapa salesman yang menjadi pelengkap hukum pareto, dimana kehadirannya, antara ada dan tiada, sama saja bagi tim. Hehehe

Sales baru inilah yang mengkonsumsi banyak waktu sang Supervisor. Karena dia harus membina dan memberikan training, mencopy paste dirinya ke dalam tubuh dan pikiran sales baru tersebut. Memang akan ada training standar perusahaan yang akan diberikan, tapi polesan supervisorlah yang akan menentukan lama atau tidaknya salesman ini akan bertahan. Intinya, sales baru harus bisa mengikuti pola kerja sang supervisor.

Untuk itu, dalam menyaring calon salesman, KPI supervisor cenderung pada pola like and dislike, faktor kenyamanan komunikasi dan penyamaan persepsi dalam paradigma kerjasama. Urusan kecakapan jatuh pada nomer ke sekian, karena kecakapan calon salesman ternyata bukan jaminan. (Baca: supervisor yang berpengalaman akan aware terhadap bullshit dan bluffing).

Pertanyaan yang diajukan dalam wawancara bisa macam-macam.

Saran saya kepada pemula yang akan memasuki tahap wawancara. Siapkan jawaban yang jujur. Tapi cerdas. Cerdas dalam hal ini adalah sesuai dengan porsi Anda, apakah seorang pemula atau berpengalaman dalam bidang otomotif, khususnya bidang penjualan mobil baru.

Dari beberapa kali proses seleksi, inilah formula dasar pertanyaan yang sering diajukan. Tolong diingat-ingat. Namanya 5W2H. Ini bukan formula resmi, tapi berdasarkan pengalaman saya.
  1. What : Apa yang Anda ketahui tentang perusahaan ini/merek ini? Apa yang Anda ketahui tentang barang yang Anda jual?
  2. Who : Kepada siapa mobil sekelas X ini akan Anda jual?
  3. Where: Kemana Anda akan menjual produk ini?
  4. When : Kapan waktu yang tepat untuk menjual mobil tipe ini?
  5. How Much : Rencana/bisa jual berapa unit dalam sebulan?
  6. How Come : Bagaimana Caranya?
  7. Why : Setiap jawaban Anda mulai nomor 1,2,3,4,5,6 akan selalu dibalas dengan pertanyaan lanjutan Kenapa? Kenapa bisa begitu? Apa alasan Anda?
Itulah pertanyaan yang sering diajukan dalam seleksi awal. Terkadang ada beberapa penanya yang kepo terhadap riwayat hidup Anda, latar belakang dan tujuan hidup. Ini semata-mata hanya untuk mencari bahan pertanyaan yang tepat selanjutnya, khususnya dalam fase Why (nomer 7).

Kalau tidak mau terjebak pertanyaan yang susah dijawab, ceritakan diri Anda seperlunya saja. Tidak ada latar belakang hebat yang perlu diceritakan kepada penanya, karena mereka tidak pernah peduli sebenarnya. Bodo amat. Hehehe

Contoh: Saya seorang anak pengusaha sukses A.
•    T: Nah, kamu ngapain melamar jadi sales? Kan bisa bantu bokap loe ngurus usahanya?
•    J: Saya bisa dibantu referensi jualan dari networking papa/mama saya pak (bullshit nomor wahid)
•    T: Berarti kalo referensi habis, kamu ga jualan donk?

INTINYA
Jawablah dengan jawaban jujur. Tidak ada jawaban salah dan benar. Supervisor atau penanya hanya mengukur Anda.

Cobalah kreatif dengan ide-ide segar dalam inovasi penjualan, ini akan menyenangkan penanya. Asalkan tidak lebay, dan Anda harus bisa menjawab counter selanjutnya pada pertanyaan WHY? WHY? WHY? Jabarkan sampai mereka terdiam termanggut-manggut.

Jadi sebelum sesi wawancara, siapkan pengetahuan tentang otomotif, khususnya merek yang Anda lamar. Ingatlah, setiap tipe dan varian kendaraan, baik itu entry level sampai premium car mempunyai bakal pertanyaan 5W2H sendiri-sendiri. Dan Anda harus menyiapkan semua kemungkinan itu.

Jawaban versi saya tidak akan saya share di sini. Yang terpenting adalah cara Anda menjawabnya harus tegas dan lugas. Itu pertanda jujur. Tidak ngarang.

Kalau Anda pemula dalam berjualan mobil meniru jawaban versi saya, maka yang keluar dari mulut Anda adalah jawaban spektakuler, dan itu akan memancing pertanyaan-pertanyaan sulit selanjutnya yang belum tentu dikuasai newbie.

Nah, sudah siapkah Anda dengan bekal wawancara?

Lalui setiap fase pertanyaan dengan lancar, insyaAllah Anda akan diterima bekerja. Tahukah Anda? Bahwa hampir dipastikan setiap Kepala Cabang diler semuanya bermula dari salesman. Dan setiap Kepala Cabang, di luar gaji pokoknya, mempunyai potensi pendapatan Rp50-100 juta setiap bulannya (tergantung brand dan market). Selamat mencoba!